Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Jumat, 05 Juni 2015
Mir'atul Falah: Muthlaq dan Muqayyad

“MUTLAQ DAN MUQOYYAD”
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu
Afiful Ikhwan, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Kelompok 10
Khoirul Khobir
M. As’od Arifin
Mir’atul Falah
Dwi Wulandari
SEMESTER : II
PRODI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN : TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MUHAMMADIYAH
(STAIM) TULUNGAGUNG
Juni 2015
|
|
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji syukur kami ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah- Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “’Mutlaq dan Muqayyad”sebagai tugas mata kuliah Ulumul Qur’an.
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang benar, yaitu
Dienul Islam.
Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada :
1.
Yang
terhormat Nurul Amin, M.Ag, selaku Ketua STAIM Tulungagung.
2. Yang Terhormat , Afiful Ikhwan, M.Pd.I, selaku dosen Pengampu.
3.
Kedua
orang tua penulis, yang telah membesarkan dan membimbing kami serta memberikan
bantuan moril maupun materiil.
4.
Semua
pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini tentu masih banyak kekurangan
dan kekhilafan, oleh karenanya kritik dan saran para audiens sangat kami
harapkan demi perbaikan dan pengembangan makalah ini.
Selanjutnya semoga dalam penyusunan dan penyajian dari makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun khususnya dan audiens umumnya.
Amiin Ya
Robbal ‘A- lamiin.
Tulungagung, 3 Juni 2015
Penyusun
|
|
||||
|
||||
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………................…….……..… i
KATA PENGANTAR ………………………………….................…………... ii
DAFTAR ISI ……………………………………….….……..…………..…... iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar
Belakang ……………………….………............……..….……… 1
- Rumusan Masalah ……………….........................…………….……….. 1
- Tujuan Pembahasan …………………….........…………………...……. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tentang Muthlaq
dan Muqayyad beserta Macamnya ........... 2
B. Pengaruh Muthlaq dan Muqayyad
Dalam Pengambiln Hukum ............. 7
BAB III PENUTUP
………………………………......……..................….. 11
DAFTAR PUSTAKA
|
|
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an merupakan kitab
suci yang diwahyukan oleh Allah kepada Rasul-Nya yaitu Nabi Muhammad saw
sebagai petunjuk sekaligus penyelamat umat manusia. Oleh karena itu al-Qur’an
senantiasa kaya akan makna. Sehingga dalam memahami al-Qur’an juga diperlukan
ilmu-ilmu perantara, seperti yang dibahas dalam “Ulumu al-Qur’an.”
Sehingga dalam
menafsirkan Al-Qur‟an, kita harus dapat mengetahui kaedah-kaedahnya. Apalagi
untuk menetapkan suatu hukum. Dalam ilmu ushul fiqh, pemaknaan lafal Al-Qur’an
yang digunakan untuk menentukan suatu hukum ada empat, yaitu mutlaq, muqayyad,
mantuq, dan mafhum. Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas
tentang “Muthlaq dan Muqayyad.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka penulis
merumuskan masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1.
Bagaimanakah Pengertian Tentang Muthlaq dan Muqayyad beserta
Macamnya itu ?
2.
Bagaimanakah Pengaruh Muthlaq dan Muqayyad Dalam Pengambiln Hukum itu ?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui Pengertian Tentang Muthlaq dan Muqayyad beserta
Macamnya
2.
Untuk
mengetahui Pengaruh Muthlaq dan Muqayyad Dalam Pengambiln
Hukum
|
|
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tentang Muthlaq dan Muqayyad Dan Macamnya
1. Muthlaq
Muthlaq secara bahasa, berarti tidak terkait dengan ikatan atau syarat
tertentu.[1]
Secara istilah, lafal mutlaq didefinisikan ahli ushul fiqh sebagai lafal yang
memberi petunjuk terhadap maudhu’-nya (sasaran penggunaan lafal) tanpa
memandang kepada satu, banyak atau sifatnya, tetapi memberi petunjuk kepada
hakikat sesuatu menurut apa adanya. Sedangkan Abdul Karim Zaidan mendefinisikan
lafal mutlak sebagai lafal yang menunjukkan suatu satuan dalam jenisnya.
اَلْمُطْلَقُ
مَا دَلَّ عَلىَ فَرْدٍ اَوْأَفْرَادٍشَائِــــعَـةٍ بِدُوْنِ قَـيْــــدٍ
مُسْتَقِــلٍّ لَفْــــــظاً
Artinya: “Mutlaq adalah
perkataan yang menunjukkan satu atau beberapa objek yang tersebar tanpa ikatan
bebas menurut lafal.”
Dengan
kata lain, lafal mutlak adalah lafal yang menunjukkan untuk suatu satuan tanpa
dijelaskan secara tertentu.
Sedangkan contoh lafal muthlaq dalam al-Qur’an dapat dilihat
dari lafal raqabah
yang terdapat dalam firman Allah surat al-Mujadilah ayat 3 sebagai berikut:
tûïÏ%©!$#ur
tbrãÎg»sàã
`ÏB öNÍkɲ!$|¡ÎpS §NèO
tbrßqãèt
$yJÏ9 (#qä9$s%
ãÌóstGsù 7pt7s%u
`ÏiB
È@ö6s%
br& $¢!$yJtFt 4 ö/ä3Ï9ºs cqÝàtãqè?
¾ÏmÎ/ 4 ª!$#ur
$yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÌÈ
|
|
Ayat ini menjelaskan tentang kafarat zihar bagi suami yang
menyerupakan isterinya dengan ibunya dengan memerdekannya budak. Ini dipahami
dari ungkapan ayat “maka merdekakanlah seorang budak” Mengingat lafal raqabah
(budak) merupakan lafal mutlaq, maka perintah untuk membebaskan budak sebagai
kaffarat zihar tersebut meliputi pembebasan seorang budak yang mencakup segala
jenis budak, baik yang mukmin atau yang kafir. Pemahaman ini didukung pula dengan pemakaian kata raqabah pada
ayat di atas sebagai bentuk
nakirah dalam konteks positif.
Sedangkan contoh ayat yang
menunjukkan lafal muthlaq adalah surat al-Baqarah ayat 234 sebagai berikut:
tûïÏ%©!$#ur tböq©ùuqtFã
öNä3ZÏB tbrâxtur %[`ºurør& z`óÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spyèt/ör& 9åkôr& #Zô³tãur ( #sÎ*sù z`øón=t/
£`ßgn=y_r& xsù yy$oYã_ ö/ä3øn=tæ
$yJÏù
z`ù=yèsù
þÎû
£`ÎgÅ¡àÿRr& Å$râ÷êyJø9$$Î/ 3 ª!$#ur
$yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î6yz ÇËÌÍÈ
Artinya: Orang-orang yang meninggal
dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu)
menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila
telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka
berbuat terhadap diri mereka[3]
menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS.
Al-Baqarah:234)
Lafal azwajan (isteri-isteri) dalam ayat di atas merupakan lafal mutlaq. Oleh sebab
itu, tidak dibedakan apakah wanita itu digauli
atau belum digauli oleh suaminya. Maka apabila suaminya meninggal iddah wanita
tersebut adalah
sama yaitu empat bulan
sepuluh hari.
Jika dilihat secara sepintas lafal mutlaq mirip dengan lafal ‘aam, tetapi
sebenarnya antara keduanya berbeda. Pada lafal ‘amm keumumannya bersifat
syumuliy (melingkupi), sementara keumuman lafal mutlaq bersifat badali
(mengingatkan). Umum yang syumuliy ialah kulliy (keseluruhan) yang berlaku atas
satuannya, sementara keumuman yang badaliy adalah kulliy dari sisi tidak
terhalang menggambarkan untuk setiap satuannya, hanya menggambarkan satuan yang
syumuliy. Untuk melihat perbedaan antara kedua lafal ini dapat diamati dari
firman Allah pada ayat berikut ini.
a.
Firman Allah dalam surat Hud ayat 11
$tBur
`ÏB 7p/!#y
Îû ÇÚöF{$#
wÎ)
n?tã «!$#
$ygè%øÍ ÞOn=÷ètur
$yd§s)tFó¡ãB $ygtãyöqtFó¡ãBur 4 @@ä.
Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÏÈ
Artinya: Dan tidak ada
suatu binatang melata[4]pun
di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat
berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya[5], semuanya tertulis dalam
kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS.
Huud:6)
b.
Surat al-Baqarah ayat 67
øÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9
¨bÎ)
©!$#
ôMä.âßDù't
br& (#qçtr2õs? Zots)t/
( (#þqä9$s% $tRäÏGs?r& #Yrâèd ( tA$s% èqããr& «!$$Î/
÷br& tbqä.r& z`ÏB úüÎ=Îg»pgø:$#
ÇÏÐÈ
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada
kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi
betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah
ejekan?"[6] Musa
menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang
dari orang-orang yang jahil".(QS.al-Baqarah: 67)
Dalam
ayat tersebut dapat diketahui bahwa kata baqarah pada ayat di atas merupakan lafal mutlaq yang
bersifat umum sekaligus bersifat badaliy.
Keumuman lafal mutlaq ini meliputi bermacam-macam afrad. Apabila lafal
mutlaq telah ditaqyid, maka afrad-afrad lainnya sebagai cakupan dari
lafal mutlaq tersebut, tidak berkaku lagi.
2.
Muqayyad
Secara sederhana, muqoyyad berarti
terikat,[7] atau yang mengikat, yang membatasi.
Secara etimologi, muqoyyad adalah suatu lafal yang menunjukkan
suatu hal, barang atau orang yang tidak tertentu (syai’ah) tanpa ada ikatan (batasan)
yang tersendiri berupa perkataan. Definisi ini sejalan dengan uraian yang
dikemukakan oleh Imam al-Syafi’i seperti dikutip oleh Muhlish Usman,[8] muqoyyad adalah lafal yang menunjukkan satuan-satuan
tertentu yang dibatasi oleh batasan yang mengurangi keseluruhan jangkauannya.
Pembatasan tersebut dapat berupa sifat, syarat, dan ghayah.[9]
Sedangkan pengggunaan sifat sebagai pembatasan
dapat diamati dari firman Allah dalam surat al-Nisa’ ayat 92 berikut ini.
$tBur
c%x. ?`ÏB÷sßJÏ9
br& @çFø)t
$·ZÏB÷sãB wÎ)
$\«sÜyz 4 `tBur @tFs%
$·YÏB÷sãB $\«sÜyz ãÌóstGsù 7pt7s%u
7poYÏB÷sB
×ptÏur
îpyJ¯=|¡B
#n<Î)
ÿ¾Ï&Î#÷dr& H
Artinya: Dan tidak layak bagi seorang mukmin
membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja),
dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman... (QS. An-Nisa’ :92)
Kata raqabah dalam ayat tersebut memakai qayyid dalam bentuk sifat, yaitu, mu’minah (beriman). Jadi, ayat
ini memerintahkan kepada orang yang membunuh
seorang mukmin secara tidak sengaja untuk memerdekan hamba sahaya yang beriman
dan tidak sah memerdekan hamba yang tidak beriman.
Sedangkan contoh qayyid dalam bentuk syarat dapat diamati dalam kasus kaffarat
sumpah, seperti pada firman Allah surat al-Maidah ayat 89 berikut ini.
w ãNä.äÏ{#xsã ª!$#
Èqøó¯=9$$Î/ þÎû
öNä3ÏZ»yJ÷r& `Å3»s9ur
Nà2äÏ{#xsã
$yJÎ/ ãN?¤)tã z`»yJ÷F{$# ( ÿ¼çmè?t»¤ÿs3sù ãP$yèôÛÎ) Íou|³tã
tûüÅ3»|¡tB
ô`ÏB
ÅÝy÷rr& $tB
tbqßJÏèôÜè? öNä3Î=÷dr& ÷rr& óOßgè?uqó¡Ï. ÷rr& ãÌøtrB
7pt6s%u
( `yJsù óO©9
ôÅgs
ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$r& 4 y7Ï9ºs äot»¤ÿx. öNä3ÏY»yJ÷r& #sÎ) óOçFøÿn=ym
4 (#þqÝàxÿôm$#ur
öNä3oY»yJ÷r& 4 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$#
öNä3s9
¾ÏmÏG»t#uä ÷/ä3ª=yès9
tbrãä3ô±n@ ÇÑÒÈ
Artinya: Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah
yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan
sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada
keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.
barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa
selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu
bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah
Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS. Al-Maidah : 89)
Ayat tersebut menjadi landasan tentang bolehnya
puasa tiga hari untuk membayar kaffarat sumpah dengan ada qayyid daam bentuk
syarat. Sebab, hal ini baru dilakukan ketika tidak mampu memberi makan sepuluh
orang miskin, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.
Adapun contoh muqayyad dalam bentuk ghayyah dapat diamati pada firman
Allah surat al-Baqarah ayat 187 berikut ini.
( ¢OèO
(#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@ø©9$#
4
Artinya : ... Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam. (QS. al-Baqarah:187)
Dalam ayat tersebut terdapat perintah menyempurnakan
puasa yang dihubungkan dengan batas waktu (ghayah), yaitu
di al-lail (malam). Atas dasar ini, terlarang melakukan puasa washal (puasa
sepanjang hari).
Dengan demikian, berdasarkan dari penjelasan di atas,
maka dapat diketahui bahwa perbedaan antara muthlaq dengan muqayyad,
adalah bahwa mutlaq menunjuk kepada hakikat sesuatu tanpa ada suatu
keterangan yang mengikatnya dan tanpa memperhatikan satuan serta jumlah. Misalnya, lafal raqabah yang
terdepat dalam surat al-Mujadilah ayat 3 di atas adalah bentuk mutlaq karena tidak diikuti sifat apapun.
Jadi, ayat ini memerintahkan memerdekakan budak dalam bentuk apapun, baik
mukmin atau bukan mukmin.
Sementara muqayyad adalah lafadz yang menunjukkan
kepada hakikat sesuatu, tetapi dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu
jumlah (kuantitas), sifat atau keadaan, ghayah, syarat, atau dengan bentuk
pembatasan yang lainnya.
B. Pengaruh Muthlaq dan
Muqayyad Dalam Pengambilan Hukum
Menurut Imam al-Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Sapiudin
Shidiq,[10] menjelaskan
kaidah-kaidah yang berkaitan dengan muthlaq dan Muqoyyad
sebagaimana berikut:
1. Hukum mutlaq. Lafal mutlaq dapat
digunakan sesuai dengan kemutlakannya. Kaidahnya adalah sebagai berikut:
اَلْمُـطْلَقُ
يَبْقَى عَلَى إِطْلَاقِهِ مَالـَـمْ يَقُمْ دَلِــْيلٌ عَلَى تَقْـِـييْدِهِ.
Artinya:
“Mutlaq itu ditetapkan berdasarkan kemutlakannya selama belum ada dalil yang
membatasinya.”
Contonya adalah surat
an-Nisa’ ayat 23 berikut ini:
...وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ…
artinya:“…dan ibu-ibu dari
istri-istrimu…”
Ayat ini mengandung arti mutlaq karena
tidak ada kata yang mengikat atau membatasi kata ibu mertua. Oleh
karena itu, ibu mertua tidak boleh dinikahi, baik istrinya (anak dari ibu
mertuanya) itu sudah dicampurinya atau belum.
2. Hukum muqoyyad. Lafal muqoyyad tetap
dinyatakan muqoyyad selama belum ada bukti yang me-mutlaq-kan.
Kaidahnya:
اَلْمُـقَــَّيدُ باَقِىٌ عَلَى
تَقْيِــيْدِهِ مَالـَـمْ يَقُمْ دَلِــْيلٌ عَلَى إِطْــــلَاقِهِ.
Artinya: “Muqoyyad itu ditetapkan berdasarkan batasannya selama belum ada dalil yang
menyatakan kemutlakannya.”
3. Hukum mut}laq yang
sudah dibatasi. Lafal mutlaq jika telah ditentukan batasannya,
maka ia menjadi muqoyyad. Kaidahnya adalah:
اَلْمُـطْلَقُ
لاَ يَبْقَى عَلَى إِطْلَاقِهِ إِذَا يَقُوْمُ دَلِــْيلٌ عَلَى تَقْـِـييْدِهِ.
Artinya: Lafal mutlaq tidak boleh dinyatakan mut}laq
karena telah ada batasan yang membatasinya.”
Contoh: (QS. Al-Nisa’ ayat 11:
…مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي...
Artinya: “…sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya…”
4. Hukum muqoyyad yang
dihapuskan batasannya. Lafal muqoyyad jika dihadapkan pada
dalil lain yang menghapus ke-muqoyyadan-nya, maka ia menjadi mutlaq. Kaidahnya adalah:
اَلْمُـقَــَّيدُ
لاَ يَبْقَى عَلَى تَقْيِــيْدِهِ إِذَا يَقُوْمُ دَلِــْيلٌ عَلَى
إِطْــــلَاقِهِ.
Artinya: “Muqoyyad tidak akan tetap dikatakan
muqoyyad jika ada dalil lain yang menunjukkan kemutlaqannya.
Contoh: QS. Al-Nisa’ : 23
ãNà6ç6Í´¯»t/uur...
ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm
`ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$#
OçFù=yzy
£`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9
(#qçRqä3s? OçFù=yzy ÆÎgÎ/
xsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ
..........
Artinya: “…dan anak-anak
istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak
berdosa kamu mengawininya…”
Ayat tersebut menjelaskan tentang keharaman
menikahi anak tiri. Hal ini disebabkan karena anak tiri itu “dalam
pemeliharaan” dan ibunya “sudah dicampuri”. Keharaman ini telah dibatasi oleh
dua hal tersebut, namun batasan yang kedua tetap dipandang sebagai batasan
yang muqoyyad sedang batasan pertama hanya sekedar pengikut
saja, karena lazimnya anak tiri itu mengikuti ibu atau ayah tirinya. Bilamana
ayah tiri belum mencampuri ibunya dan telah diceraikan, maka anak tiri tersebut
menjadi halal untuk dinikahi, karena batasan muqoyyadnya telah
dihapus sehingga menjadi mutlaq kembali.[11]
Pada prinsipnya para ulama
sepakat bahwa hukum lafazh mutlaq itu wajib diamlkan kemutlakannya, selama
tidak ada dalil yang membatasi kemutlakannya. Begitu juga hukum lafazh muqayyad
itu berlaku pada kemuqayyadannya. Sehingga yang menjadi persoalan di sini
adalah mutlaq dan muqayyad yang terbentuk pada lima jenis, yaitu ada yang
disepakati dan ada yang diperselisihkan.
Sedangkan yang disepakati
oleh para Ulama ialah:
a.
Hukum dan sebabnya sama, di sini para ulama sepakat
bahwa wajibnya membaawa lafazh mutlaq kepada muqayyad.
b.
Hukum dan sebabnya berbeda. Dalam hal ini, para
ulama sepakat wajibnya memberlakukan masing-masing lafazh, yakni mutlaq tetap
pada kemutlakannya dan muqayyad tetap pada kemuqayyadannya.
c.
Hukumnya berbeda sedangkan sebabnya sama. Pada
bentuk ini, para ulama sepakat pula bahwa tidak boleh membawa lafazh mutlaq
kepada muqayyad, sehingga masing-masing tetap berlaku pada kemuthlakannya dan
kemuqayyadannya.
|
|
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Muthlaq secara bahasa, berarti tidak
terkait dengan ikatan atau syarat tertentu. Secara istilah, lafal mutlaq
didefinisikan ahli ushul fiqh sebagai lafal yang memberi petunjuk terhadap
maudhu’-nya (sasaran penggunaan lafal) tanpa memandang kepada satu, banyak atau
sifatnya, tetapi memberi petunjuk kepada hakikat sesuatu menurut apa adanya.
Sedangkan Abdul Karim Zaidan mendefinisikan lafal mutlak sebagai lafal yang
menunjukkan suatu satuan dalam jenisnya. Senada
dengan pendapat tersebut, al-Khudhori Biek mengatakan, bahwa muthlaq adalah:
اَلْمُطْلَقُ مَا دَلَّ عَلىَ فَرْدٍ اَوْأَفْرَادٍشَائِــــعَـةٍ بِدُوْنِ
قَـيْــــدٍ مُسْتَقِــلٍّ لَفْــــــظاً
Artinya: “Mutlaq adalah perkataan yang menunjukkan satu
atau beberapa objek yang tersebar tanpa ikatan bebas menurut lafal.”
Sedangkan secara sederhana, muqoyyad berarti
terikat, atau yang
mengikat, yang membatasi. Secara etimologi, muqoyyad adalah
suatu lafal yang menunjukkan suatu hal, barang atau orang yang tidak tertentu (syai’ah) tanpa ada ikatan (batasan)
yang tersendiri berupa perkataan. Definisi ini sejalan dengan uraian yang
dikemukakan oleh Imam al-Syafi’i seperti dikutip oleh Muhlish Usman, muqoyyad adalah lafal yang menunjukkan
satuan-satuan tertentu yang dibatasi oleh batasan yang mengurangi keseluruhan
jangkauannya. Pembatasan tersebut dapat berupa sifat, syarat, dan ghayah.
2. Pada
prinsipnya para ulama sepakat bahwa hukum lafazh mutlaq itu wajib
diamlkan kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang membatasi
kemutlakannya. Begitu juga hukum lafazh muqayyad itu berlaku pada kemuqayyadannya.
Sehingga yang menjadi persoalan di sini adalah mutlaq dan muqayyad yang
terbentuk pada lima jenis, yaitu ada yang disepakati dan ada yang
diperselisihkan.
a.
Hukum dan sebabnya sama, di sini para ulama sepakat
bahwa wajibnya membaawa lafazh mutlaq kepada muqayyad.
b.
Hukum dan sebabnya berbeda. Dalam hal ini, para
ulama sepakat wajibnya memberlakukan masing-masing lafazh, yakni mutlaq tetap
pada kemutlakannya dan muqayyad tetap pada kemuqayyadannya.
c.
Hukumnya berbeda sedangkan sebabnya sama. Pada
bentuk ini, para ulama sepakat pula bahwa tidak boleh membawa lafazh mutlaq
kepada muqayyad, sehingga masing-masing tetap berlaku pada kemuthlakannya dan
kemuqayyadannya.
B. Kritik
dan Saran
Pembahasan tentang Muthlaq dan Muqayyad dalam makalah ini masih terlalu
singkat, karena sebenarnya masih banyak pendapat maupun penjelasan dari para Ulama yang belum terangkat pada pembahasan
topik ini. Oleh karena itu bagi para pembaca yang ingin mengkaji terkait dengan
topik Ulumul
Qur’an, yaitu Muthlaq dan Muqayyad dipersilahkan untuk mengkaji pada refrensi yang lebih komprehensif.
|
|
Manna’ Khalil al-Qathan, Studi
Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. Mudzakir, Pustaka Jakarta: Litera Antar Nusa,
2000
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir:
Kamus Arab-Indonesia.Surabaya: Pustaka Progressif, 1997
Muhammad Al-Khudhori Biek, Ushul
Fiqih, Pekalongan: Raja Murah,1982
Satria Effendi M. Zein, Ushul
Fiqh, Jakarta:
Kencana, 2008
Usman, Kaidah-kaidah
Ushuliyah dan Fiqhiyyah,
Sapiuddin Shidiq, Ushul
Fiqh ,Jakarta:
Kencana, 2011
[1] Ahmad
Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia.(Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), 862.
[4] Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah
yang bernyawa.
[5] Menurut sebagian ahli tafsir
yang dimaksud dengan tempat berdiam di sini ialah dunia dan tempat penyimpanan
ialah akhirat. dan menurut sebagian ahli tafsir yang lain maksud tempat berdiam
ialah tulang sulbi dan tempat penyimpanan ialah rahim.
[6] Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa
penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah.
|
|
Langganan:
Komentar (Atom)
